Minggu, 17 Mei 2015

Asuransi


Pendahuluan
Islam diyakini bisa memberikan bimbingan dalam setiap bidang kehidupan. Pedoman ini tidak terbatas pada aspek sosial, tetapi juga mencakup dimensi ekonomi dari kehidupan manusia. Sistem ekonomi Islam mendukung sistem keuangan bebas bunga. Dunia Islam baru berkenalan dengan asuransi pada sekitar abad ke 19. Pada tahun 1979, Islamic Insurance Co. Ltd. Berdiri di Sudan dan berdiri pula di Arab Saudi. Berdiri pula perusahaan-perusahaan asuransi lainnya tahun 1983 di Genewa, Luxemburg, Bahamas, Bahrain dan Malaysia. Sedangkan di Indonesia, Asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful Umum pada tahun 1995. Gagasan awal berdirinya asuransi Islam di Indonesia berasal dari ICMI yang sepakat memprakarsai pendirian asuransi Islam di Indonesia dengan menyusun Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI). Adapun pendirian Asuransi Takaful Indonesia ini dilakukan secara resmi pada tanggal 25 Agustus 1994. di Malaysia pada tahun 1984 didirikan pertama takaful Operator yaitu Syarikat Takaful Malaysia Berhad (STMB) untuk melengkapi operasi dari Bank Islam. Dengan modal disetor dari RM 10 juta, industri takaful telah berkembang dengan pesat dan sekarang menawarkan 8 operator takaful dengan total kontribusi sebesar RM1, 720.900.000 pada tahun 2006. Oleh karenanya asuransi merupakan sesuatu yang baru dan asing di kalangan muslim. Dan secara karakter, asuransi sangat kental dengan karakteristik negeri yang tumbuh dan berkembang.
Keterlambatan ini disebabkan beberapa faktor. Studi yang dilakukan oleh Princeton University (2003) mengungkapkan bahwa pelanggan terkait pengalaman tidak menyenangkan ketika membahas asuransi dan terlalu khawatir tentang bahaya yang mungkin mereka hadapi. Tjahono (2003) juga terkait persepsi negatif dari konsumen Indonesia terhadap asuransi, sebagian karena metode penjualan yang sangat agresif dan kuat dan pengalaman yang tidak memuaskan yang mereka temui dengan perusahaan asuransi. Faktor-faktor ini memberikan kontribusi terhadap tingkat penetrasi yang rendah dari asuransi jiwa di Indonesia. Dickson (1990) berpendapat bahwa asuransi adalah produk yang dijual dan tidak membeli dan oleh karena itu peran perantara tidak dapat dipahami. Penjualan polis asuransi sangat tergantung pada layanan yang diberikan oleh agen asuransi karena mereka adalah ujung tombak dari perusahaan asuransi yang mereka wakili (Yon Bahiah et al, 2007).

Pengertian Asuransi
Meskipun polis asuransi seperti yang kita tahu itu adalah perkembangan yang relatif baru, konsep ini tidak berarti baru. Gagasan memindahkan risiko kerugian dari seorang individu untuk kelompoknya mulai ribuan tahun yang lalu. Ketika sebuah gubuk keluarga terbakar, misalnya, seluruh suku akan membangun kembali itu. Jejak praktek asuransi dasar masih terlihat di antara suku-suku primitif beberapa yang ada saat ini (Raynes 1948: 71).  Sekitar 2500 SM, para pedagang Cina menggunakan bentuk primitif dari asuransi laut. Bila para operator perahu mencapai jeram sungai mereka menunggu kapal lain tiba, sebelum mendistribusikan kargo sehingga setiap kapal membawa beberapa isi yang lain. Jika salah satu perahu hilang menavigasi jeram, semua operator berbagi kerugian kecil tapi tidak ada yang memiliki seluruh kargo mereka dihapuskan (Rahman dan Gad 1978: 32).
Ibn-Kholdun, di Muqaddimmahnya telah menulis tentang usaha bisnis Arab yang kemudian dikenal sebagai pelayaran musim dingin dan musim panas. Para anggota pelayaran mengganti rugi setiap anggota kelompok terhadap kerugian baik saham atau keuntungan mereka. Semua anggota pelayaran dibayar persentase baik dari keuntungan atau modal mereka sebagai kompensasi atas kerugian atau kerusakan yang diderita oleh setiap anggota pelayaran.
Dalam Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 246 disebutkan bahwa: Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana  seorang penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena satu kerugian, kerusakan atau kehilangan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian menyebutkan: “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung, karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang ti,mbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Dari beberapa definisi tersebut, dapat diketahui setidaknya terdapat tiga unsur yang ada di dalam asuransi : Pertama, bahaya yang dipertanggungkan. Kedua, Imbalan jasa atas jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung untuk mengganti kerugian yang mungkin diderita oleh tertanggung (asuransi kerugian) atau yang disebut premi npertanggungan. Ketiga, sejumlah uang ganti rugi pertanggungan.
Peraturan-peraturan tentang Asuransi tersebut di atas tidak mengakomodasi prinsip asuransi Islam, sehingga tidak dapat dijadikan sandaran hukum yang tepat. Sehingga keluar Fatwa DSN MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, disusul dengan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan asuransi syariah yaitu keputusan Menkeu RI No. 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan dan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, Keputusan Menkeu RI No. 424/KMK/.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah

Jenis Asuransi
Asuransi yang bersifat bisnis: terdapat dua pihak yang terpisah kepentingan, yaitu penanggung (perusahaan) dan tertanggung (peserta). Pihak penanggung  menghendaki uang premi yang dibayarkan, pihak tertanggung menghendaki pembayaran ganti rugi atas resiko yang dipertanggungkan.
Asuransi yang bersifat kolektif: pihak pemberi pertanggungan (perusahaan) dan penerima jasa (peserta) berada dalam satu pihak sebagai pengelola asuransi. Dilakukan dengan mengadakan perjanjian dengan orang yang sering menghadapi bahaya dengan memberikan kompensasi jika terjadi musibah. Jika ada kelebihan dana yang disetor, akan disampaikan kepada anggota lainnya. Jika ada kekurangan dana yang disetor, para peserta kolektif menanggung kekurangannya.
Asuransi sosial: dilakukan oleh pemerintah dengan memotong gaji pegawai. Asuransi Sosial merupakan asuransi yang menyediakan jaminan sosial bagi anggota masyarakat, interlokal, regional maupun nasional.
Tujuan Asuransi Sosial adalah menyediakan jaminan sosial berupa santunan kepada anggota masyarakat yang menderita kerugian disebabkan oleh suatu musibah untuk itu diperlukan dana. Dan dana itu dihimpun dari masyarakat yang ikut ambil bagian dalam sistem jaminan sosial itu berupa iuran wajib (premi). Yang berhak melakukan pemungutan iuran itu adalah badan/lembaga yang berwenang. Tujuan lainnya digunakan untuk membiayai pembangunan, membiayai sarana pendidikan, sarana sosial di Indonesia menggunakan asas kekeluargaan.
Pengertian Asuransi Islam
Bentuk-bentuk muamalah dalam Islam seperti al-aqilah, al-muwalah, at-tanahud, dan sebagainya memiliki kemiripan dengan prinsip-prinsip asuransi Islam, oleh sebagian ulama menganggapnya sebagai embrio dan acuan operasional asuransi Islam yang dikelola secara profesional. Secara syakliyah, bentuk-bentuk akad di atas memang memiliki kemiripan dengan asuransi, meskipun beberapa diantaranya dipertanyakan ‘pengakuan’ Islam terhadap akad tersebut. Seperti al-muwalah, yang sebenarnya merupakan satu sistem pewarisan dalam pola kehidupan jahiliyah, yang pada masa peralihan zaman permulaan Islam memang diakui. Namun kemudian Islam menetapkan sistim mawarisnya sendiri sehingga akad tersebut tidak mempunyai wujud lagi, sekalipun kontrak ini tidak valid dalam hukum Hanbali, yang menolak warisan kontrak (Ibn Qadumah 1972: 6:381). Muwalat telah sering digambarkan sebagai semacam asuransi (Al-Zarqa 1984b: 1:560; a contrario Muslehuddin 1966: 179).
Dalam prakteknya, bagaimanapun, dapat divisualisasikan sebagai sebuah fakta antara sekelompok anggota atau peserta yang setuju untuk bersama-sama menjamin satu sama lain terhadap kehilangan atau kerusakan yang mungkin menimpa mereka. Setiap anggota kelompok usaha kolam untuk mendukung anggota yang dirugikan. Hal ini mirip dengan beberapa kebiasaan atau tradisi dipraktekkan dalam masyarakat Arab selama periode Jahiliyyah, di mana saling membantu diperpanjang dalam masyarakat atas kematian anggotanya. Mereka berkontribusi bersama-sama dalam hal energi untuk membantu menyelesaikan urusan pemakaman anggotanya yang meninggal. Ada yang lebih simpatik, dan melangkah lebih jauh untuk menawarkan materi atau bantuan keuangan kepada keluarga almarhum. Selama era Nabi Muhammad saw, beberapa praktek dari Jahiliyyah dilanjutkan. Ini secara khusus melibatkan pembayaran kompensasi kepada keluarga almarhum dalam satu suku saat dibunuh oleh orang dari suku lain. Praktek ini dianggap dapat mengurangi ketegangan antara suku-suku, seperti orang-orang Arab pada jaman itu, yang lebih rentan terhadap balas dendam. Ini praktek membayar kompensasi disebut diyat atau uang darah dan harus dibayar oleh si pembunuh kerabat Aqilah kepada ahli waris dari almarhum. Hal ini kemudian diperluas untuk mencakup bahwa jika suku membunuh seseorang dari suku lain, semua orang dari suku yang sama harus bertanggung jawab untuk mengkompensasi keluarga almarhum di bawah doktrin Aqilah yang tercantum dalam Pasal 3 Konstitusi Madinah.
Kendati akad-akad di atas memiliki beberapa kemiripan dengan sistem asuransi, namun sesungguhnya secara syakliyah terdapat perbedaan-perbedaan mendasar yang cukup membedakannya dengan asuransi.
Sistem asuransi islam atau syariah adalah berdasarkan prinsip-prinsip Ta'wun (saling kerjasama) dan Tabarru '(sumbangan) berarti risiko dibagi secara kolektif oleh peserta dalam kelompok dengan tujuan keseluruhan menghilangkan unsur ketidakpastian. Misalnya, sekelompok orang yang setuju untuk bersama-sama mengganti kerugian kerugian atau kerusakan yang mungkin ditimbulkan pada salah satu dari mereka, dari dana yang mereka menyumbangkan kolektif. Saling membantu dalam hal kemalangan sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Dalam Al Quran, Allah menyebutkan bahwa: "dan salaing membantulah satu sama lain dalam Al Birr dan At Taqwa (kebajikan, kebenaran dan kesalehan); tetapi tidak saling membantu dalam dosa dan pelanggaran" (Al-Maidah: 2).
Takaful adalah istilah Islam digunakan untuk menunjukkan asuransi syariah. Takaful didasarkan pada prinsip bahwa sumbangan dibuat dan digunakan untuk saling mendukung. Ini adalah prinsip Tabarru. Untuk sepenuhnya memahami Takaful orang dapat melihat prinsip-prinsip wakaf, Kafalah, Tabarru dll.
Yusof (1996) mengutip sejumlah alasan yang mempengaruhi desain dan persembahan bisnis takaful. Pertama, umat Islam merasa perlu untuk menerapkan Islam dan menerapkan aturan dan peraturan secara total. Kedua, umat Islam menginginkan sistem keuangan yang mampu menciptakan ekonomi yang benar-benar Islam demi umat. Ketiga, dengan pembentukan sistem perbankan syariah kebutuhan yang melekat muncul untuk asuransi takaful atau Islam untuk melengkapi layanan dan penawaran. Itu adalah bukti sejarah yang menyebabkan para ahli hukum Islam untuk mengakui bahwa dasar dari tanggung jawab bersama dalam sistem Aqilah, meletakkan dasar saling berasuransi dan secara umum menyimpulkan bahwa asuransi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip-prinsip kebersamaan dan kerjasama
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam at-takaful al-ijtima’i atau solidaritas yang diartikan sebagai sikap anggota masyarakat Islam yang saling memikirkan, memerhatikan, dan membantu mengatasi kesulitan; anggota masyarakat Islam yang satu merasakan penderitaan yang lain sebagai penderitaanya sendiri dan keberuntugannya adl juga keberuntugan orang lain.
Menurut Fatwa DSN No,21/DSN-MUI/X/2001 bagian pertama mengenai ketentuan umum angka 1, Asuransi Syariah  (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah org/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Islam menurut para ahli
Mustafa Ahmad az-Zarqa memaknai asuransi sebagai suatu cara untuk metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegitan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya.
Menurut Moh. Ma’sum Billah “mutual guarantee provided by a group of people living in the same society against a defained risk or castarophe befalling one’s life, property or any form of valuable things”.
Menurut Muhammad Syakir Sula asuransi saling memikul risiko di antara sesama orang, sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko yang lainnya.
Ahli fikih  kontemporer Wahbah az-Zuhaili mendefinisikan asuransi dalam 2 bentuk:
1. at-ta’min at-ta’awuni (asuransi tolong menolong), adalah “kesepakatan sejumlah orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang di antara mereka mendapat kemudaratan”.
2. At-ta’min bi qist sabit (asuransi dengan pembagian tetap), adalah akad yang mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapat kecelakaan, ia diberi ganti rugi”.
Asuransi Islam Dalam Kitab Klasik
Ibnu Abidin (1784 – 1836) dianggap orang pertama di kalangan fuqoha’ yang mendiskusikan masalah asuransi. Ibnu Abidin adalah seorang ulama bermazhab Hanafi, yang mengawali untuk membahas asuransi dalam karyanya yang popular, yaitu Hasyiyah Ibn Abidin, Bab Jihad, Fashl Isti’man Al-Kafir. Beliau menulis, “Telah menjadi kebiasaan bila para pedagang menyewa kapal dari seorang kafir harbi, mereka membayar upah pengangkutannya. Ia juga membayar sejumlah uang untuk seorang harby yang berada di negeri asal penyewa kapal, yang disebut sebagai sukarah (premi asuransi) dengan ketentuan bahwa barang-barang pemakai kapal yang disewanya itu, apabila musnah karena kebakaran, tenggelam, dibajak atau sebagainya, maka penerima uang premi asuransi itu menjadi penanggung sebagai imbalan uang yang diambil dari pedagang itu. Apabila barang-barang mereka terkena masalah yangdisebuntukan di atas, maka si wakillah yang membayar kepada para pedagang itu sebagai uang pengganti sebesar jumlah uang yang pernah diterimanya.
Falsafah Asuransi Islam
Hanya Allah yang mengetahui keadaan manusia di esok hari.
Manusia hanyalah makhluk lemah yang tidak dapat mengetahui kejadian di masa datang. Segala musibah yang terjadi hanyalah dengan izin Allah.
Allah mengamankan dari rasa ketakutan manusia. Allah  memberikan ‘jalan’ kepada manusia untuk mengurangi atau menghilangkan rasa ketakutan manusia dengan menggunakan akalnya
Manusia adalah makhluk sosial.  Manusia bukan tercipta untuk bersifat individualistis, tetapi saling membutuhkan satu dengan lainnya untuk tolong menolong.
Percaya pada hari Akhir. Perbuatan baik dan buruk manusia akan dipertanggungjawabkan dan mendapatkan balasan setimpal dari Allah  di hari kemudian.
Pendapat Ulama tentang Asuransi
Pendapat yang mengharamkan: Munculnya pendapat yang kontra antara lain disebabkan oleh sejumlah alas an. Yaitu, asuransi merupakan bisnis pertaruhan dan ketidakpastian. Apalagi jika dikaitkan dengan asuransi jiwa, dimana sebagian pihak berpendapat bahwa asuransi jiwa ini seolah-olah merupakan upaya untuk "menantang" takdir Allah. Bahkan di negara Barat, sudah banyak kasus terjadi, dimana ahli waris tega "mencelakakan" orangtua atau keluarga yang menjadi pemegang polis demi mendapatkan harta dari klaim asuransi. Akibatnya, sebagian ulama di Barat kemudian mengharamkan asuransi jiwa.
Menurut Maliki kontrak asuransi jiwa adalah ilegal, sementara kontrak asuransi lainnya adalah legal. Shafi setuju dengan Maliki, tetapi dalam kontrak asuransi lainnya yang menurut mereka juga. Menurut Hanbali kontrak asuransi adalah ilegal (Mankabady, Asuransi dan Hukum Islam, 1989). Kontrak asuransi komersial melibatkan unsur risiko yang membuat kekosongan kontrak dan karena itu tidak diperbolehkan dalam Islam sementara kontrak saling membantu (takaful) memenuhi prinsip syariah dan diperbolehkan. Sifat Islam murni Takaful mendapat dukungan yang solid dari Ulama Fatwa. Pada 16 Februari 2006 persetujuan takaful ditandatangani oleh Hakim Taqi Usmani dan Ulama agama lainnya dari Pakistan.
Sayyid Sabiq, Abdullah Al-Qalili, Muhammad Bakhit al-Muthi, Yusuf al-Qardhawi, M Abduh mengharamkan asuransi secara mutlak, termasuk asuransi jiwa. Argumen yang dipakai adalah: Menurut mereka bahwa pada asuransi yang ada sekarang ini sama dengan judi, karena tertanggung akan mengharapkan sejumlah harta tertentu seperti halnya dalam judi. unsur perjudian yang dilarang di dalam Islam, asuransi mengandung unsur ketidakpastian, asuransi mengandung unsur riba, asuransi termasuk jual beli atau tukar-menukar mata uang tidak secara tunai, asuransi objek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya seseorang (mendahului takdir Allah), asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan, asuransi mengandung unsur riba, karena tertanggung memperoleh sejumlah uang yang jumlahnya lebih besar daripada premi yang dibayarkan. Pendapat ini mengararah pada praktik asuransi konvensional.
Pendapat yang membolehkan. Ulama (ulama) memberikan fatwa terkait dengan asuransi. Hanafi ulama menganggap bahwa asuransi koperasi adalah legal sementara jenis lain dari asuransi adalah ilegal karena termasuk unsur-unsur riba dan gharar. pendapat ini didukung oleh Mushthafa Ahmad Zarqa, Abdul Wahab Khalaf dan Muhammad Yusuf dan Abdurahman Isa, membolehkan asuransi secara mutlak tanpa kecuali, argumentasi yang dipakainya adalah:
Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak.
Asuransi saling menguntungkan kedua belah pihak.
Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan.
Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi. Asuransi termasuk syirkat ta’awuniyyat, usaha bersama yang didasarkan pada prinsip tolong menolong.
Tidak terdapat nash Al Quran atau Hadits yang melarang asuransi
Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak
Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi yang terkumpul dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan
Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi
Asuransi termasuk syirkah at-ta’awuniyah (usaha bersama yang didasarkan pada prinsip tolong- menolong
Pendapat kedua ini lebih menitik beratkan pada jenis asuransi sosial dan koperasi yang dikelola oleh pemerintah untuk kemaslahatan ummat.

Pendapat yang ketiga mengatakan bahwa asuransi bersifat syubhat. Ulama yang berpendapat demikian karena tidak ada nash al-Quran yang menghalalkannya atau yang mengharamkan.

Di kalangan organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia adalah Nahdlatul Ulama dalam MUNAS Alim Ulama di Bandar Lampung tahun 1992 menyatakan hukumnya haram kecuali memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Asuransi tersebut harus mengandung tabungan, peserta berniat menabung, apabila mengundurkan diri, dana tidak hangus dan lain sebagainya.
Tidak berbeda dengan Muktamar Tarjih Muhammadiyah yang memutuskan akan keharaman asuransi kecuali yang diselenggarakan pemerintah.

Dari kontroversi tersebut dilakukan alternatif, yaitu dengan membentuk asuransi berdasarkan prinsip syariah. Dalam Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 21/DSN-MUI/X/2001 disebutkan Tentang  Pedoman Umum Asuransi Syari’ah 

Pertama : Ketentuan Umum
Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada point (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
Premi adalah kewajiban peserta Asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Klaim adalah hak peserta Asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Kedua: Akad dalam Asuransi
Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan / atau akad tabarru'.
Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru’ adalah hibah.
Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan :
hak & kewajiban peserta dan perusahaan;
cara dan waktu pembayaran premi;
jenis akad tijarah dan / atau akad tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
Ketiga: Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tijarah & Tabarru’
Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis);
Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.
Keempat : Ketentuan dalam Akad Tijarah & Tabarru’
Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
Jenis akad tabarru' tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.
Kelima : Jenis Asuransi dan Akadnya
Dipandang dari segi jenis asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah.
Keenam : Premi
Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru'.
Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya.
Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta.
Premi yang berasal dari jenis akad tabarru' dapat diinvestasikan.
Ketujuh : Klaim
Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan.
Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.
Klaim atas akad tabarru', merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.
Kedelapan : Investasi
Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul.
Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah.
Kesembilan : Reasuransi
Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syari'ah.  
Kesepuluh : Pengelolaan
Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.
Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah).
Perusahaan Asuransi Syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).
Kesebelas : Ketentuan Tambahan
Implementasi dari fatwa ini harus selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ahli hukum Islam menguraikan asuransi sebagai berikut:
Bahwa semangat kerja sama akan mengarah pada kebaikan bersama,
Bantuan yang diberikan kepada mereka yang membutuhkan melalui kontribusi,
Bahwa sumbangan dari sejumlah kecil dimaksudkan untuk membagi kerugian dan menyebar kewajiban sesuai dengan sistem pooling masyarakat,
Bahwa semua elemen ketidakpastian, gharar dan maysir akan dihilangkan melalui kontribusi dan kompensasi yang ditawarkan,
Bahwa tidak ada mengambil keuntungan dari yang lain pada biaya orang lain, yaitu skema adil bagi semua

Landasan Hukum Asuransi Islam
Al Quran:
Mempersiapkan masa depan (Al Hasyr: 18) “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui yang kamu kerjakan” (Yusuf: 46-49). Nabi Yusuf as menafsirkan mimpi Raja Firaun bahwa Mesir akan mengalami masa 7 th panen yang melimpah dan diikuti dengan masa 7 th paceklik. Nabi Yusuf as menyarankan agar menyisihkan sebagian dari hasil panen pada masa 7 th pertama dan saran ini diikuti sehingga masa paceklik dapat ditangani dengan baik.
Saling menolong dan bekerja sama (Al Maidah: 2) “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Al Baqarah: 185).
Saling melindungi dalam keadaan susah (Al-Quraisy: 4) “(Allah) yang telah memberi makan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (Al Baqarah: 126).
Bertawakal dan optimis berusaha (Al Taghaabun:11 dan Luqman: 34).
Penghargaan Allah terhadap perbuatan mulia yang dilakukan manusia (Al Baqarah: 261).

Sunnah Nabi Muhammad
HR Bukhari Muslim: Kedudukan hubungan persaudaraan dan perasaan orang-orang yang beriman antara satu dengan lainnya seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuh lainnya ikut merasakannya
Hadits tentang menghilangkan kesulitan seseorang “Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan duniawinya seorang mukmin, maka Allah  akan menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan di akhirat”
Hadits tentang anjuran meninggalkan ahli waris yang kaya (dengan cara mempersiapkan sejak dini)
Hadits tentang mengurus anak yatim
HR At Turmudzi “Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, bertanya seseorang kepada Rasulullah saw tentang untanya: “Apa unta ini saya ikat saja atau langsung saya bertawakal pada Allah ?” Bersabda Rasulullah saw: “Pertama ikatlah unta itu kemudian bertakwalah kepada Allah .”
HR Bukhari: Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra bahwa berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah saw, maka Rasulullah saw memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki)

Ijtihad
Fatwa Sahabat: pada masa Khalifah Umar bin Khattab dikenal adanya pembayaran diwan untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas pembunuhan (tidak sengaja) yang dilakukan oleh salah seorang diantara mereka
Ijma: ijma tentang ittifaq (kesepakatan) dalam hal aqilah yang dilakukan Khalifah Umar tidak dipertentangkan oleh Sahabat lain. Dengan tidak dipertentangkan maka dianggap telah terjadi ijma
Qiyas: kesiapan pembayaran kontribusi keuangan dalam aqilah sama prinsipnya dengan asuransi syariah
Istihsan: kebiasaan aqilah pada suku Arab kuno bertentangan dengan hukum namun dilakukan untuk mencapai keadilan dan kepentingan sosial, yaitu menghindari balas dendam berdarah yang berkelanjutan

Prinsip Asuransi Islam
Dalam masalah muamalah pada prinsipnya yang penting tidak melanggar atau bertentangan dengan prinsip syariah. Kaidah syariah mengatakan: Pada dasarnya hukum sesuatu itu adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan pengharamannya. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya maka prinsip asuransi Islam dapat dikategorikan sebagai berikut:
Adanya kesepakatan tolong menolong (ta’awun) dan saling menanggung (takaful) diantara para Peserta;
Perusahaan bertindak sebagai pengelola Dana Tabarru’;
Dipenuhinya prinsip keadilan (‘adl), dapat dipercaya (amanah), keseimbangan (tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan keuniversalan (syumul), dan
Menghindari gharar:
Menghindari maisir (gambling)
Menghindari unsur riba
Jika peserta tidak mengalami musibah maka ia tetap berhak mendapatkan premi yang disetor kecuali dana yang dimasukkan ke dalam dana tabarru’
Dana premi yang terkumpul diinvestasikan dengan prinsip bagi hasil, terutama mudharabah dan musyarakah

Model Asuransi Islam
Saat ini ada dua model dipraktekkan dalam industri takaful adalah sebagai Mudharabah dan model Wakalah models.The Mudharabah melibatkan operator takaful mengelola operasi dengan imbalan bagian dari surplus underwriting dan bagian laba dari investasi. Dalam model Wakalah, operator takaful bertindak sebagai agen perwakilan untuk para peserta dan mengelola dan mengelola dana takaful untuk dana tertentu.
Dalam model Mudarabah satu orang menginvestasikan uang mencari upaya dari mudaharib. Bagi hasil didasarkan pada tingkat di mana komite Syariah setuju. Para peserta adalah uang investor dan operator takaful adalah mudaharibs (Takaful, 2007). Dalam model Waqalah ada perbedaan antara usaha membuat perusahaan dan para peserta. Pembuat upaya mendapatkan gaji mereka dari kontribusi peserta dan keuntungan yang dibuat dengan menginvestasikan dana takaful. Biaya yang diberikan kepada operator untuk usaha mereka ditetapkan oleh panitia Syariah yang menjamin kepatuhan kebijakan perusahaan dengan Syariah (Takaful, 2007). Di sisi lain dalam model Wakaf donor menyumbangkan uang untuk meyakinkan yang membutuhkan. Dengan cara ini perusahaan bekerja sebagai landasan Pemerintah bukan untuk keuntungan. Tidak seperti di Mudarabah dan Waqalah model dana dalam model ini tidak berada dalam kepemilikan siapapun. Mufti Mohammad Taqi Usmani (ulama Islam terkenal) menyukai model yang paling Wakaf dan percaya sebagai Islam murni (Takaful, 2007).
Menurut Ernst and Young World Report Takaful (2011) sebagaimana dikutip dalam Asuransi Internasional dan Berita Industri Kesehatan, kontribusi asuransi syariah global akan meningkat 31 persen menjadi USD12 miliar pada 2011 dari USD9.15 miliar pada 2010. Selain itu, industri asuransi syariah berkembang pesat terkonsentrasi terutama di Arab Saudi (mengarang USD3.86 miliar dari industri pada tahun 2009), Malaysia (USD1.15 miliar), UAE (USD640 juta) , Asia Tenggara dan Afrika Utara. Selain itu, dengan mengacu pada kinerja pasar asuransi syariah di dunia, sebagian besar negara Teluk perusahaan (GCCS) telah mengalami perlambatan pertumbuhan asuransi syariah dengan hanya pasar Takaful Saudi tetap kuat karena peluncuran lanjutan asuransi kesehatan wajib. Hal ini juga melaporkan bahwa Sudan adalah pasar yang paling signifikan di luar wilayah ini dengan kontribusi dari USD340 juta sedangkan Mesir, Bangladesh dan Pakistan tumbuh dengan pesat. Sementara itu, dari segi wilayah, kontribusi asuransi syariah di anak benua India tumbuh sebesar 85 persen; sehingga tercepat pasar asuransi syariah yang berkembang di dunia. Hal ini diikuti oleh Levant (40 persen), GCCS (31 persen), Asia Tenggara (29 persen) dan Afrika (26 persen). Dalam hal masing-masing negara, Indonesia menduduki pasar asuransi syariah dengan tingkat pertumbuhan 67 persen, diikuti oleh Bangladesh (58 persen) dan Arab Saudi (34 persen).
Umumnya, industri asuransi syariah menghadapi return on equity (RoE) karena ketatnya persaingan bahwa perusahaan lokal kecil wajah dari pemain mapan konvensional. Hal itu diungkapkan bahwa dalam GCC, rata-rata RoE untuk asuransi konvensional adalah 11 persen sementara sektor asuransi syariah membukukan 10 persen pada 2010. Namun, di Malaysia, RoE rata-rata untuk asuransi konvensional adalah 16 persen dan hanya 6 persen untuk operator asuransi syariah. Dilaporkan bahwa rasio klaim Malaysia secara signifikan lebih rendah dari GCC, sebagian besar disebabkan oleh perbedaan dalam lini bisnis yang dominan. Sebagai contoh, GCC didominasi oleh umum Takaful sedangkan di Malaysia itu adalah sebagian besar keluarga Takaful. Keluarga pasar asuransi syariah masih underpenetrated dan diperkirakan hanya menyumbang 5 persen dari kontribusi bruto di wilayah Mena. Sementara di Malaysia, Keluarga Takaful dilaporkan sebagai sangat menembus dan diperkirakan berkontribusi 77 persen dari kontribusi Takaful bersih pada 2010.

Jenis Asuransi Islam
Takaful keluarga
Dapat disebut dengan sistem pengelolaan dana dengan unsur tabungan
Premi takaful akan dimasukkan ke dalam rekening tabungan dan rekening khusus/tabarru’
Hasil keuntungan akan dibagi menjadi keuntungan perusahaan serta masuk ke rekening tabungan dan rekening takaful
Keuntungan perusahaan akan digunakan untuk membiayai operasional perusahaan
Rencana Family Takaful biasanya digunakan untuk solidaritas keluarga di tempat asuransi jiwa konvensional yang memberikan perlindungan, tabungan jangka panjang dan instrumen investasi. Ini memberikan jaminan saling bantuan keuangan dalam hal kematian ke peserta. Menurut Redzuan, Rahman & Aidid (2009), tiga faktor utama asuransi jiwa ofIslamic adalah: (1) untuk menyimpan selama periode waktu tertentu dan memberikan kontribusi sejumlah uang untuk dana asuransi syariah, (2) untuk mendapatkan pengembalian kontribusi dari investasi di instrumen Syariah compliant, dan (3) untuk menerima perlindungan dalam hal kematian ke peserta sebelum jatuh tempo rencana. Dalam keluarga Takaful, setiap angsuran Takaful dibagi dan dikreditkan ke dua rekening terpisah, yaitu rekening peserta (PA) dan rekening khusus (PSA) peserta. Sebagian besar dari angsuran dikreditkan ke PA semata-mata untuk tujuan tabungan dan investasi. Saldo angsuran dikreditkan ke PSA sebagai 'tabarru' atau sumbangan untuk operator asuransi syariah untuk membayar manfaat asuransi syariah untuk pewaris dari setiap peserta yang mungkin meninggal sebelum jatuh tempo kontrak. Jumlah akumulasi di PA diinvestasikan dalam berbagai bisnis yang diizinkan oleh syariah dan keuntungan dibagi antara operator takaful dan peserta sesuai dengan nisbah yang disepakati.


Takaful umum
Premi takaful yang diterima akan dimasukkan ke dalam rekening khusus, yaitu rekening yang diniatkan untuk tabarru’/derma dan digunakan untuk membayar klaim kepada peserta apabila terjadi musibah atas harta benda atau peserta itu sendiri
Premi peserta akan dikumpulkan dalam kumpulan dana peserta kemudian diinvestasikan ke dalam pembiayaan.
Keuntungan investasi dimasukkan ke dalam kumpulan dana peserta kemudian dikurangi beban asuransi (klaim, premi asuransi). Jika ada kelebihan sisa akan dibagikan menurut prinsip mudharabah.
Bagian keuntungan milik peserta akan dikembalikan kepada peserta yang tidak mengalami musibah sesuai dengan penyertaannya. Bagian keuntungan perusahaan akan digunakan untuk membiayai operasional perusahaan

Perbandingan Antara Asuransi Islam Dan Asuransi Konvesional
Untuk muslim, asuransi konvensional tidak sesuai dengan agama mereka Islam. Alasan ada dua. Pertama, kontrak antara perusahaan asuransi (misalnya perusahaan asuransi) dan tertanggung (misalnya pemegang polis) berisi beberapa tingkat ketidakpastian dihindari. Hal ini disebut sebagai gharar. Kedua, Perse kontrak asuransi adalah riba karena investasi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi melibatkan unsur riba. Ketiga, unsur gharar berlebihan dapat menyebabkan masalah maysir atau perjudian. Akibatnya, sebagian besar sarjana hukum datang ke kesepakatan bahwa praktek asuransi konvensional tidak sejalan dengan filosofi bisnis Islam dan karenanya tidak diperbolehkan oleh agama Islam (Hamid dan Othman, 2009). Menghindari elemen ini sangat penting dalam suatu sistem asuransi yang dapat diterima oleh syariah, dan ini adalah di mana takaful berbeda bila dibandingkan dengan asuransi konvensional (Redzuan, et al., 2009). Kehadiran tabarru, membuat bisnis tanpa takaful gharar dan perjudian kecenderungan. Pada awalnya, takaful adalah jenis asuransi koperasi yang berbasis profit sharing dan investasi bebas bunga (Yassin, 1995).
Takaful bebas dari riba dan gharar, itu menegaskan prinsip-prinsip Islam. Selain itu Takaful adalah kesepakatan bersama untuk melindungi mereka yang berada dalam risiko besar. Jumlah tersebut didistribusikan sesuai dengan prinsip-prinsip Wasiah (mirath) jika meninggal terjamin. Hal ini diberikan dalam Fatwa (Putusan oleh Ulama Islam) oleh Dewan Nasional untuk Urusan Agama Muslim di Malaysia. Ini bisa menjadi dasar yang kuat untuk membuat perbedaan antara asuransi syariah dan konvensional.
Takaful beroperasi sedemikian rupa sehingga para peserta menyumbangkan uang mereka dan merumuskan. Uang ini kemudian diinvestasikan untuk mendapatkan keuntungan Halal di syariah compliant investasi. Jumlah keuntungan yang diperoleh kemudian ditambahkan dan kemudian didistribusikan di antara para peserta setelah memenuhi klaim sebagai diskon pembaharuan. Operator takaful hanya menerima fee Wakalah.
Asuransi konvensional beroperasi sedemikian rupa sehingga premi dibayarkan oleh pemegang polis kepada perusahaan asuransi dan kemudian jumlah ini diinvestasikan oleh perusahaan asuransi dalam tanpa bunga atau syariah daerah investasi non compliant. Jumlah bunga dan keuntungan yang diterima oleh perusahaan asuransi dan kemudian surplus dipertahankan dalam perusahaan tanpa mendistribusikannya di antara pemegang polis dan klaim hanya bertemu dengan kelebihan ini.
Bentuk asuransi konvensional adalah haram dan Takaful adalah menurut Syariat Islam sepenuhnya diperbolehkan karena asuransi konvensional memiliki unsur kepentingan, gharar dan perjudian (konferensi Islam di jeddah, 1985). Asuransi meliputi risiko murni dan risiko spekulatif. Dalam loss risiko murni dapat terjadi atau tidak saat berada di risiko spekulatif mungkin ada kerugian, tidak ada kerugian atau keuntungan. Takaful menerapkan prinsip ganti rugi dan kompensasi hilangnya Takaful klien. Takaful hanya terkait dengan risiko murni dan tidak dengan risiko spekulatif.
NoPrinsipAsuransi KonvensionalAsuransi Syariah1KonsepPerjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggungSekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’2Asal-usulMasyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hamurabi. Dan tahun 1668 berdiri Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensionalDari Al Aqilah, kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang. Kemudian disahkan oleh Rasulullah menjadi hukum Islam, bahkan telah tertuang dalam konstitusi pertama di dunia (konstitusi Madina) yang dibuat langsung Rasulullah3Sumber hukumBersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif, hukum alami, dan contoh sebelumnyaBersumber dari wahyu Ilahi. Sumber hukum dalam syariah Islam adalah Al Quran, Sunnah atau kebiasaan rasul, ijma’, fatwa Sahabat, qiyas, istishan, urf tradisi, dan marshalih mursalah4Maisir, gharar, ribaTidak selaras dengan Syariah Islam karena adanya maisir, gharar, ribaBersih dari praktek maisir, gharar, dan riba5Dewan Pengawas Syariah (DPS)Tidak ada sehingga banyak prakteknya yang bertentangan dengan kaidah syara’Ada, berfungsi mengawasi pelaksanaan operasional sehingga terbebas dari praktek yang bertentangan dengan syara’6AkadAkad jual beliAkad takaful, tabarru’, dan akad ijarah7Jaminan/ resikoTransfer of risk (transfer resiko dari tertanggung kepada penanggung)Sharing of risk (saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun))8Pengelolaan danaTidak ada pemisahan dana yang berakibat terjadinya dana hangus (untuk produk saving life)Pada produk saving (life) terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru’, derma, dan dana peserta, sehingga tidak mengenal istilah dana hangus. Sedangkan untuk term insurance (life) dan general insurance semuanya bersifat tabarru’9InvestasiBebas melakukan investasi dalam batas ketentuan perundang-undangan dan tidak terbatasi pada halal dan haramnya objek atau sistem investasi yang digunakanDapat melakukan investasi sesuai perundang-undangan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, bebas dari riba, dan tempat-tempat investasi yang terlarang10Kepemilikan danaDana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan kemana sajaDana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi merupakan milik peserta. Asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola dana tersebut11Unsur premiUnsur premi terdiri dari tabel mortalita, bunga, dan biaya asuransiIuran atau kontribusi terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan (yang tidak mengandung unsur riba). Tabarru’ juga dihitung dari tabel mortalita, tetapi tanpa perhitungan bunga teknik12LoadingLoading cukup besar terutama untuk komisi agen bisa menyerap premi tahun pertama dan kedua. Karena itu, nilai tunai tahun pertama dan kedua biasanya belum ada (hangus)Loading sebagian asuransi syariah tidak dibebankan pada peserta tapi dari dana pemegang saham. Namun sebagian lainnya mengembalikan 20-30% dari premi tahun pertama. Dengan demikian nilai premi tahun pertama sudah terbentuk13Sumber pembayaran klaimDari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung. Bisnis semataDari rekening tabarru’, yaitu peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko14Sistem akuntansiAkuntansi accrual basis, yaitu proses akuntansi yang mengakui terjadinya peristiwa/keadaan non kas. Dan mengakui pendapatan, peningkatan aset, expenses, liabilities dalam jumlah tertentu yang baru akan diterima dalam waktu yang akan datangAkuntansi cash basis, yaitu mengakui apa yang benar-benar telah ada. Sedangkan accrual basis dianggap bertentangan dengan syariah karena mengakui adanya pendapatan, harta, beban, atau utang yang akan terjadi di kemudian hari15KeuntunganDiperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaanDiperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya milik perusahaan namun dilakukan dengan bagi hasil dengan peserta16MisiSecara garis besar mempunyai misi ekonomi dan sosialMisi aqidah, ibadah (ta’awun), ekonomi, dan pemberdayaan umat (sosial)

DAFTAR PUSTAKA

Amrin, Abdullah, Asuransi Syariah: Keberadaannya dan Kelebihannya di Tengah Asuransi Konvensional, Jakarta, Ikapi
Anwar, Khoirul, Asuransi Syariah Halal & Manfaat, Solo, Tiga Serangkai, 2007
Aris, Yon Bahiah Wan dkk, A Relook into Awareness, Perceptions, Barriers and Future Insurance needs: A Case Study of Takaful and the Malays, Conference of the International Journal of Arts and Sciences 19, 2009
Brian Kettel, Introduction to Islamic Banking and Financehttp://books.google.co.id/books?id=0Jrlx9kRPbEC&printsec=frontcover&dq=inauthor:%22Brian+Kettell%22&hl=id&sa=X&ei=sDV9U8vICIzQrQeCl4GoDw&ved=0CC0Q6wEwAA
Beik, Irfan Syauqi http://www.republika.co.id/berita/bisnis-syariah/klinik-syariah/11/02/10/163393-apakah-hukum-asuransi-syariah-sudah-menjadi-mufakat-di-antara-ulama
Cacan S. Agis, dkk, Modul Pengetahuan Dasar Takaful, Jakarta PT Syarikat Takaful Indonbesia 2005
Dewi, Gemala, Aspek-aspekHukum Islam Dalam Perbankan dan Perasuransian syariah di Indonesia, Jakarta: Kencana
Hayati, Sri Nur dan wasilah, Akutansi Syari’ah di Indonesia E3, Salemba: 2013
Http://www.anamrifai.com “Minat Asuransi Syariah Di Indonesia Masih Sangat Rendah”
http://www.referensimakalah.com/2011/10/asuransi-dalam-perspektif-ulama_2560.html
Kelana, Muslim, Muhammad is a Great Enterpreneur, (Bandung: Dinar PublishingKhalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, Kuwait: Dar al-Qalam, 1978
Maulan, Rikza, Embrio Asuransi Syariah; Sejarah Perlindungan Insan Dalam Islam
Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta, UII Press
Muslehuddin, Muhammad, Insurance in Islamic Law, Jakarta: Bumi Aksara 1995
Khan, Mubbsher Munawar dan Hassan Mobeen Alam, “Comparative Analysis of Islamic and Prevailing Insurance Practices” International Journal of Business and Social Science 2 : 2011
Khorshid, Aly, Islamic Insurance, a Modern Approach to Islamic Banking, New York: The Taylor & Francis e-Library: 2005
Rahim, Fithriah Ab dan Hanudin Amin, Determinants of Islamic Insurance Acceptance: an Empirical analysis,  International Journal of Business and Society 12: 2011
Rahman, Zuriah Abdul, dkk, Family Takaful: it’s Role in Social Economic Development and as a Savings and Investment Instrument in Malaysia - an Extension, Shariah Journal 16 : 2008
Sumitro, Warkum, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait (BMUI Takaful) di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo, 1996
Sula, Muhammad Syakir, Asuransi syariah  life and general   konsep dan sistem

Oleh:
Muhammad Taufiq Hidayat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

the statements and comments are will be a very useful in all

Kunjungan mulai 2022